TINGKAH LAKU IKAN
PENYEBAB TINGKAH LAKU IKAN
INTERNAL
Reproduksi dan insting
EKSTERNAL
Lingkungan (suhu, salinitas, arus, musim, intensitas cahaya,
PROSES TINGKAH LAKU IKAN TERHADAP CAHAYA
Cahaya langsung
(direct) dan cahaya yang disebarkan (diffuse).
Cahaya langsung berasal dari matahari dan cahaya
yang disebarkan awan, yang sebenarnya berasal pula dari cahaya matahari
Jumlah radiasi yang
mencapai permukaan perairan dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu awan,
musim, keadaan atmosfer, letak geografis dan attitude (ketinggian dari
permukaan laut).
Penetrasi cahaya yang masuk ke perairan
dipengaruhi oleh intensitas dan sudut datang cahaya, kondisi permukaan air dan
bahan-bahan terlarut dan tersuspensi di dalam air.
Jenis molekul H2O,
O2, O3 dan CO2 dapat menyerap radiasi matahari sehingga dapat mengubahnya
menjadi energi panas.
Menurut Wetzel (1975)
bahwa perairan alami, penetrasi cahaya sekitar 53% masuk ke perairan dan
mengalami perubahan menjadi panas dan pada kedalaman satu meter dari permukaan
sudah mulai berubah serta menghilang (extinction).
Intensitas cahaya
yang masuk ke kolom air semakin berkurang dengan bertambahnya kedalaman.
Artinya, cahaya mengalami penghilangan (extinction) maupun pengurangan
(atenuasi) yang semakin besar dengan bertambahnya kedalaman.
Cahaya yang
diabsorpsi menghasilkan panas yang sangat penting bagi proses-proses hidup. dan
penting dalam mempertahankan air sebagai suatu lingkungan hidup yang cocok.
Radiasi matahari
secara tidak langsung mempengaruhi hampir semua fase kejadian biologis maupun
bukan biologis ikan, seperti cahaya sangat mempengaruhi tingkah lakunya,
fisiologinya maupun sampai pada migrasi harian.
Respon ikan pada
cahaya melalui mata dan organ pineal yang berada pada bagian atas otak.
merupakan reseptor penglihatan dalam mengumpulkan cahaya dan membentuk suatu
fokus bayangan untuk di analisis oleh retina.
Sedangkan
sensitivitas dan ketajaman mata bergantung pada terangnya bayangan yang
mencapai retina.
Sifat ikan ada yang
fototaksis dan fotophobi. Laevastus dan Hayes (1981) menyatakan bahwa pada
spesies pemburu memerlukan cahaya untuk melokalisasi mangsa dan pemangsaan
terjadi pada intensitas cahaya yang relatif rendah, seperti pagi dan sore hari.
Selanjutnya stimulus
cahaya juga berperan dalam mempengaruhi migrasi harian dan tingkah laku
kelompok pada kebanyakan spesies.
Fotoreseptor pada
retina mata menyerap energi cahaya dan menyalurkannya ke sistem saraf dalam
bentuk energi elektrikal. Terdapat dua jenis fotoreseptor yaitu cone (sel
kerucut) dan rod (sel batang).
Eckert dkk. (1998)
ada tiga macam pigmen dalam cone yang peka secara selektif terhadap berbagai
warna seperti warna merah, hijau dan biru yang berturut disebut eritrilabe,
klorolabe dan sianolabe.
Sifat-sifat absorpsi
pigmen di dalam cone untuk ikan mas (goldfish) memperlihatkan puncak absorpsi
berturut-turut pada panjang gelombang spektrum 625 nm, 530 nm dan 455 nm.
Untuk ikan pada
umumnya merasakan cahaya pada interval 400-750 nm tergantung dari adaptasi
mula-mula oleh mata terhadap cahaya.
Pagalai (1986) bahwa
ikan sudah mulai merasakan rangsangan cahaya pada kekuatan 0,001 lux.
Sinar biru dengan
panjang gelombang pendek sedikit diabsopsi dan sangat cocok untuk mengumpulkan
ikan-ikan dari daerah yang luas dan lebih dalam.
Warna merah mempunyai
panjang gelombang cahaya lebih pendek dari warna biru, oleh sebab itu
sinar-sinar merah hanya menembus kolom air dekat permukaan sehingga ikan-ikan
terkonsentrasi di permukaan (Ayodhya, 1976).
Cahaya dan segala aspeknya seperti intensitas,
sudut penyebaran, polarisasi, panjang gelombang, arah, musim, lama penyinaran
dan komposisi spektrum akan mempengaruhi secara langsung dan tidak langsung
tingkah laku ikan serta proses fisiologinya.
REAKSI IKAN TERHADAP CAHAYA
Pergerakan kawanan
ikan cenderung memutar mengitari sumber pencahayaan dan kadang-kadang bergerak
menjauhi kemudian mendekati lagi
Pola distribusi ikan
membentuk pola spherical.
Pola pergerakan ikan
di luar daerah pencahayaan membentuk pola tersusun secara vertikal seperti pita
(ribbon).
Ikan-ikan kawanan kecil cenderung mempunyai
pergerakan cepat, dan menurun kecepatannya di sekitar pencahayaan akibat
padatnya kawanan dan aktivitas makan
Tingkah laku terhadap suhu
Perubahan fisiologis
dari suhu normal menjadi panas atau dingin karena perubahan musim, panas
matahari, gejala pergeseran dasar perairan, letusan gunung merapi bawah laut
Dalam keadaan suhu
normal metabolisme maupun tingkah laku ikan akan berjalan dengan normal
Bila terjadi
perubahan suhu, respon yang diberikan oleh ikan akan menunjukan penyesuaian
metabolisme tubuhnya terhadap lingkungan untuk mempertahankan kehidupannya.
Respon yang
diperlihatkan oleh ikan berupa perubahan tingkah laku maupun pergerakan ikan
Suhu adalah salah
satu faktor yang sangat penting bagi kehidupan organisme di perairan, karena
suhu mempengaruhi baik aktivitas maupun perkembangbiakan dari organisme
Banyak jenis ikan
yang terdapat di berbagai tempat di dunia yang mempunyai toleransi tertentu
terhadap suhu
Ikan yang mempunyai
toleransi yang besar terhadap perubahan suhu, dinamakan euryterm dan yang
toleransinya kecil, disebut bersifat stenoterm.
Sebagai contoh ikan
di daerah sub-tropis dan kutub mampu mentolerir suhu yang rendah, sedangkan
ikan di daerah tropis menyukai suhu yang hangat.
Suhu optimum
dibutuhkan oleh ikan untuk pertumbuhannya. Ikan yang berada pada suhu yang
cocok, memiliki selera makan yang lebih baik.
Suhu di perairan
dapat mempengaruhi kelarutan dari oksigen. Apabila suhu meningkat maka
kelarutan oksigen berkurang. Oksigen terlarut penting pada proses respirasi
untuk pembakaran bahan organik sehingga terbentuk energi yang diikuti dengan
pembentukan CO2 dan H2O.
Oksigen sebagai bahan
pernafasan dibutuhkan oleh sel untuk berbagai reaksi metabolisme. Oleh sebab
itu kelangsungan hidup ikan
ditentukan oleh kemampuannya memperoleh oksigen yang cukup dari lingkungannya.
Berkurangnya oksigen
terlarut sudah tentu akan berpengaruh terhadap fisiologi respirasi ikan dan
hanya ikan yang memiliki sistim respirasi yang sesuai dapat bertahan hidup.
Kebutuhan oksigen
pada ikan sangat dipengaruhi oleh umur, aktivitas, serta kondisi perairan.
Semakin tua suatu organisme, maka laju metabolismenya semakin rendah.
Umur mempengaruhi
ukuran ikan, sedangkan ukuran ikan yang berbeda, membutuhkan oksigen yang
berbeda pula. Semakin besar ukuran ikan, jumlah konsumsi oksigen per mg berat
badan semakin rendah.
Perbedaan ukuran, perbedaan aktivitas juga
membutuhkan oksigen yang berbeda pula. Ikan yang beraktivitas atau bergerak
lebih banyak cenderung membutuhkan banyak oksigen untuk proses respirasi. Hal
ini akan meningkatkan kadar karbondioksida dalam perairan. Namun demikian,
kelarutan oksigen ini sangat ditentukan oleh kondisi perairan seperti suhu,
salinitas dan sebagainya.
TINGKAH LAKU IKAN PADA PEMIJAHAN
Macam-macam tingkah
laku ikan pada fase pra pemijahan diantaranya ialah: aktifitas mencari makan,
ruaya, pembuatan sarang, sekresi feromon (pengenalan lawan jenis, mencari
pasangan), gerakan-gerakan rayuan dan lain-lain.
Tingkah laku ikan
pada fase pemijahan seperti melakukan sentuhan bagian-bagian tubuh, gerakan
eksotik dengan menggetarkan seluruh bagian tubuh, gerakan pembelitan tubuh ikan
jantan atau ikan betina oleh ikan jantan, penyimpanan telur oleh ikan jantan
atau ikan betina ke dalam sarang, gua, bagian pada tubuh, pada busa,
tumbuh-tumbuhan dan lain-lain.
Tingkah laku ikan
pada fase pasca pemijahan diantaranya ialah penyempurnaan penutupan sarang,
penjagaan sarang yang berisi telur yang telah dibuahi atau telur yang sedang
berkembang, menjauhi daerah pemijahan dan lain-lain.
Semua tingkah laku
ikan itu merupakan resultante sejumlah rangsangan motoris yaitu rangsangan
eksternal dan rangsangan internal berasal dari sekresi hormon,
sedangkan rangsangan
luar berasal dari berbagai macam sumber seperti faktor lingkungan, zat kimia
dan lain-lain yang dimediasikan melalui organ-organ sensori dari visual.
Begitu ikan
memperlihatkan suatu tindakan sebenarnya merupakan suatu fenomena yang dinamik,
termasuk tingkah laku "hibernasi" dan "aestivasi" musim
panas.